Prolog
Laut adalah nafas kita. Pada setiap riak dan gelombangnya ada nadi kehidupan dan tumpuan harapan. Tapi belakangan ini, laut seperti pesakitan.
“jauh kali, nian! Dulu, kalo datang musim paceklik itu hanya hitungan minggu. Masuk Idul Adha, banjir ikan. Sekarang udah sepanjang tahun ini ikan dapatnya dikit kali. Belanja kapal lebih besar dari hasil tangkapan ”, keluh seorang pengepul langgananku di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dengan raut wajah yang suntuk.
Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar keluhan pengepul itu. Sebab keluhan semacam ini juga kudengar dari beberapa daerah bahari termasuk dari kampungku di Tapanuli Tengah sana. Suamiku yang udah 5 tahun ini berjualan ikan pun merasakan hal yang sama. Di awal jualan dulu, jenis ikan yang ia jual bisa mencapai 5 hingga 8 jenis per hari. Sekarang, nyaris ikannya itu-itu saja dan dalam jumlah yang minim pula. Aku yakin ini tak hanya sekedar musim, tapi lebih dari itu, laut sedang memberi alarm pada kita bahwa dirinya saat ini sedang sekarat.

