^ . . . Untuk Imam, 17 . . . ^
Salam rindu masih terhatur untukmu…
Ah, entah kenapa usai tarawih tadi ingatanku tiba-tiba saja melayang padamu, setelah sekian lama aku tak menyuratimu. Jangan kira kerinduanku pupus. Justru kini rindu itu kian berkicau, mengalahkan kicauan camar di tiap senja yang menggantung di langit kotaku.
Kau tau, selama tak menyuratimu, sama sekali aku tak beranjak dari taman tempat kita berjanji untuk bertemu. Tiap pagi dan petang, bahkan menjelang fajar taman itu kusirami agar kuntumnya terus merakah sampai kau datang nanti. Sungguh, aku percaya bahwa kau tak akan ingkar janji.
Namun, di sutau senja pernah ada seseorang yang datang menyambangi taman itu. Ia memakai koko merah marun, tertunduk berdiri tepat di bibir pagar. Aku yang saat itu asik berayunan sambil mendendangkan lagu rindu sontak terdiam, atau lebih tepatnya terperangah. Menerka-nerka, mungkinkah itu kau?
Aku sedikit menggigil, tanganku mendadak dingin. Namun cepat kukuasai diri. Akhirnya aku diam menunduk, tak berani menyapa. Aku berharap itu benar-benar kau. Tapi sudah beberapa jenak tak jua salam terucap. Aku mencoba mengangkat kepala, dan oh…., ia memandang ke arahku. Mata kami beradu. Ia sempat tersenyum tipis, lalu beranjak pergi. Aku nelangsa.
Tak berapa lama azan magrib sayup berkumandang. Aku bergegas pergi menemui Rabb-ku. Dan pada sujud rakaat terakhir kutemukan jawaban bahwa kau masih dalam perjalanan. Semoga rindu kita seirama.
20 Ramadhan 1433 H / 9 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar