^ . . . Untuk Imam, 19 . . . ^
Salam Jum’at Barokah, mam….
Kuharap Jum’at di kotamu selalu menawarkan hangat dan senyum gemilang tanpa cerita pilu. Dan kau kian menawan dengan langah-langkah gagah menuju rumahNya tepat ketika matahari galak memanggang kulit.
Imam, apa yang mampu membuat rindu jadi bahagia kalau bukan pertemuan? Ah, ya! Aku baru saja usai menuntaskan satu rindu. Menjenguk gubuk cintaku yang kini kian menua. Tiang-tiangnya yang mulai melepuh, warnanya yang perlahan mengusam, lantai dapurnya yang mulai retak, dan atapnya yang sudah bertabur lubang kecil. Hanya kenangan yang membuatnya selalu hangat dan bersahaja. Serta cinta yang tertanam di dalamnya yang membuat rinduku terus tersulur. Nanti, ketika kau sudah bersamaku, kita lanjutkan kisah cinta gubuk itu ya.
Pun wajah-wajah kecil yang selalu menyemburkan api semangat lewat sinaran mata dan harapan-harapan yang mereka punya. Mendekap dan memeluk mereka merupakan kebahagiaan yang tak terkatakan. Sebab itu aku memilih rehat bersama mereka tiap kali libur menjelang. Namun rindu tetaplah rindu, yang kian dipangkas kian tersulur. Baru 12 jam saja rindu tertunai, rindu malah kembali ganas bertunas.
Hmmm….bagiku, cinta dan rindu sungguh tak terpisahkan. Lalu, bagaimana dengan rindu kita, Imam?
Kuharap kau masih teguh menggenggam komitmen pertemuan kita. Pun diriku ini. Jangan sampai kita berbelok arah. Sedikit saja kita condong mengikut jejak syaitan, maka kupastikan impian kita tuk merayakan cinta di telaga kautsarNya kandas.
Ini dulu ya,
Lain waktu kau kusurati lagi…
**kutulis surat ini sambil nonton Rab Ne Bana Di Jodi
Kadang aku bertanya dan penasaran sendiri, kau suka India juga gak ya? Hehehe
Ah, Lauhul Mahfuz…rahasiamu apik banget ya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar