Ini tentang
ketenangan hati, juga jiwa, Mam. Nafsul Muthmainnah. Belakangan aku mendapati
jiwaku dikerubungi risau yang tak kumengerti. Risau yang entah. Risau yang
seolah sengaja menyeretku pada kepingan masa lalu. Menghubungkanku dengan
orang-orang yang tak lagi berpijak di bumi, juga dengan seseorang yang sudah
lama tak berkabar.
Aih..!! Risau
itu kian menghentak-hentak tepat ketika aku menubruk dermaga yang kiranya semu.
Hampir saja aku karam seperti kapal Titanic yang malang menubruk bongkahan es
di tengah lautan. Syukurnya aku mampu menyimpul kekuatan tuk kendalikan kemudi,
sehingga diriku bisa terselamatkan.
Sampai surat ini
kutorehkan, risau itu belum jua mau pergi. Bahkan semakin garang saja menggelayuti
ruang jiwaku. Jangan kau pikir aku lupa pada kalam Tuhan, Mam. “alaa bidzikrillaha tathmainnul qulub.” Tidak.
Sama sekali tidak. Bahkan mushafku lembab oleh titik-titik air mata saat
melafalkan pesan-pesan cintaNya. Ah, entahlah. Aku benar-benar tak mengerti.
Katakan sesuatu
padaku, Imam…
Jelang senja,
23022013.
Tidak ada komentar
Posting Komentar