Imam, tentang risau yang tak
kumengerti kemarin kini terjawab sudah. Keyakinanku terhadap salah satu
kalamullah kembali dipertaruhkan.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al-Baqarah: 216).
Tentu kau mengerti apa yang
kurasakan saat ini, Mam. Nurani sehat mana pun tak akan dapat menyangkal atas
sedih yang merajam. Saat mentari berbaik hati menyiram lorong yang selama ini
gelap, seketika kabut mengambil posisi. Tapi tak apa, kupastikan aku masih
tetap bugar dan waras, sebab obat yang kutenggak adalah obat termujarab di muka
bumi. Pun jua ini bukan pertaruhan yang pertama. Bukankah kecintaan Allah pada
hambanya berbanding lurus dengan cobaan? :-)
“Apabila Allah
mencintai seorang hamba, maka dia akan memberi cobaan agar ia mendengar dan
berendah diri di hadapan-Nya” (HR. Baihaqi dari Abi
Hurairah).
Terlepas dari itu, yang
terpenting adalah risau itu tak lagi bertengger. Itu sudah cukup. Nafsul Muthmainnah.
Hmm…kita bicara yang lain aja
yuk, Mam.
Kurasa, kita sama-sama tak pernah
tau seberapa jauh pelabuhan yang hendak kita tuju. Tentu saja kau dan aku
melintasi gelombang tajam yang berbeda. Apa kau sempat berputus asa, Mam? Aku
sendiri sempat lelah dan tak berminat lagi melanjutkan perjalanan. Enggan
berkayuh. Tapi aku ingat satu hal; bahwa di pelabuhan yang hendak kita tuju
tersimpan satu tiket ke surga. Sejak dulu itu yang ingin kita rebut bukan? ^_^
Baiklah….
Semangat berkayuh, agar kita sampai tepat waktu.
Semangat berkayuh, agar kita sampai tepat waktu.
*siang, saat sumut memilih.. 7 Maret 2013.
Tidak ada komentar
Posting Komentar