Mungkin hari ini
panas yang ketujuh sejak aku menginjakkan kaki di kota ini 3 minggu lalu. Kau
tau, Imam? Aku serasa berada di negara bermusim dingin. Jangankan mandi dua
kali sehari, memijak lantai saja kakiku gamang. Lantai-lantai seolah ditaburi
serbuk es dari kutub. Air kran seolah dialirkan dari mesin pendingin raksasa
yang tertanam di tanah. Membuatku bergidik tiap kali berwudhu atau pun
melakukan kegiatan domestik dapur yang tak terelakkan dari air. Ditambah pula
dengan hujan yang terlalu doyan mampir ke sini, membuatku akrab dengan aroma
tanah basah sepanjang hari. Padahal ini masih Juli kan ya?
Baiklah, usah
terlalu membayangkan kota ini, sebab suatu saat kau pasti akan kuajak kemari. Atau
jangan-jangan kau…………… Ahhaaa…. :-)
Imam, ada yang
berbeda dengan ramadhanku kali ini. Pertama, ini ramadhan perdana kujalani di
kota yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari desa muasalku. Tentu banyak hal
yang berbeda dari yang biasa kujalani di sana, di Tanah Batak. Betullah kata
pepatah, “jauh berjalan banyak dilihat,
lama hidup banyak dirasa”.
Kedua, soal
hati. Isinya komplit. Berbagai jenis rasa ada di sana. Akan kuurai padamu
satu-satu, Mam. Aku sedang “iri” pada beberapa orang. Bukan, bukan aku tak bisa
seperti mereka. Ini hanya soal waktu, nomor antrian dan dokumen rahasia. Untuk mengimbanginya,
aku harus ekstra mengkonsumsi vitamin S, “Sabar”.
Pada bilik hati
yang lain, ada sedih yang merajai. Tentang wanita terkasih, jua tentang
peristiwa 10 hari yang lalu, peristiwa yang menghadirkan dialog panjang di
balik dadaku hingga kini. Jangan kira aku tak ingin segera menuntaskannya. Tapi
aku hanya wanita yang telah lebih dulu menuliskan inginnya.
Ada juga rasa
bersalah, takut dan khawatir berbaur jadi satu di sisi hati berikutnya. Tentang
perjuangan wanita yang separuh pikirannya tertuju padaku. Wanita yang dirinya
sudah seperti sales demi diriku yang mungkin belum dewasa ini. Maafkan aku, ti. Semoga ridho dan berkah
allah selalu melimpahimu. Soal perjuanganmu, semoga segera menemukan muaranya.
Oh, ya…keasyikan
bercerita, aku hampir lupa menanyakan kabarmu, Imam. Kuharap kau selalu bugar,
ceria dan tak berputus asa. Pun dengan iman, semoga selalu memayungimu.
Bergegaslah, agar kau segera sampai.
Curup, 16 Juli
2013.
Tidak ada komentar
Posting Komentar