Masih seputar
cerita nenek moyang. Well, kita lanjutkan yang ketiga.
1.
Hantu Lapar
Sejak lahir postur
badanku terlalu mungil, hitam, dan kerempeng. Lengkap sudah. Anak kurang gizi adalah julukan yang acap kali
kuterima. Jika aku berjalan dengan Bunda, sungguh teramat kontras. Bagi yang
tak kenal, tak kan ada yang percaya aku ini anaknya, buah cintanya dengan
lelaki terksihnya itu. Secara fisik, dari segi mana pun memang tak mirip. Bunda
berbadan tambun, aku persis kayak tiang listrik. Bunda berwajah bulat, aku
*kata orang* sedikit lonjong. Aku sendiri pun tak mengerti hingga kini berbentuk
apa wajahku ini. Padahal sudah berpuluh ribu kali ngaca. Soal kulit, aku
teramat legam. Sementara Bunda sedikit sawo matang.
Syukurnya orang-orang
di kampung kebanyakan kenal dengan ayahku. Kata mereka, semua fisikku ini
kuwarisi darinya. Bahasa membuminya “Aku Duplikat Ayahku”. Barulah aku agak
tenang sedikit.
Masalahnya,
status Bundaku yang pegawai negeri seringkali jadi kambing hitam akan
kekerempengen badanku ini. “Percuma anak
PNS, kok kurang gizi begini”. Itu ocehan yang sering sampai ke kupingnya. Membuat
jantungnya gedebak gedebuk tak karuan. Ujung-ujungnya aku jugalah yang
diomelin. Ya, mau gimana lagi. Lidah emang tak bisa bohong *jiaaaaaaahh, iklan
banget kau Lia*
Dulu, aku emang
gak doyan makan. Sayur apa pun tak suka, susu anti, segala jenis daging
kumusuhi kecuali daging ikan. Dan yang lebih membuat Bundaku menderita,
mulutnya harus berbusa membujuk dan mengejar-ngejar hanya untuk memasukkan sesuap
nasi ke celah besar bibirku ini. Hingga kini, satu kalimat pamungkasnya yang paling
kuingat, “orang yang gak mau makan akan
ditangkap hantu lapar”, dengan suara yang sehoror mungkin. Itulah yang
membuatku sering takluk dan berlutut di hadapan piring yang ada di tangannya.
Seiring pertumbuhanku,
aku menyelidiki keberadaan dan keabsahan hantu lapar itu. Dan hasilnya,
*jreeeeeeng* Ah, you know lah what. Semua akal-akalan dan bualan semata.
*sekedar
klarifikasi bahwa posturku kini banyak berubah. Ciyeee… aku juga telah berdamai
dengan beberapa sayur mayur, daging-dagingan, dan susu*
4. Kutuan,
diterbangkan ke air panas
Hari gini
kutuan? Sorry lah yawww! Malu-maluin kalo sempat uda gede begini masih akrab
dengan kutu. Lain halnya ketika aku kanak-kanak dulu. Tercatat satu peristiwa
konyol yang jika kuingat kini membuatku senyam senyum sendiri.
Dulu, setelah
pulang dari sekolah dasar sekitar pukul satu, aku melanjutkan study di madrasah
pada pukul dua siang. Kami sebut “sekolah pengajian Alwashliyah”. Entah tradisi
apa pulak yang kami anut sehingga setiap istirahat tepat di jam sholat ashar
begitu, kami serempak buka jilbab sambil bermain. Ecek-eceknya mau pamer rambut
dan berlaga, rambut siapa paling bagus.
Suatu ketika,
kami kelelahan bermain ampar-ampar pisang. Akhirnya kami duduk di sebuah
pondasi rumah penduduk tepat di samping gedung pengajian kami. Aku
menggaruk-garuk kepala. Melihatku begitu, kawanku malah mendekat dan membelah
rambutku dengan kedua tangannya. Dia takjub melihat sesuatu menjalar bebas di
atas kepalaku. Apalagi kalau bukan kutu. Aku sama sekali tak tau menau dari
mana asal muasal kutu itu hingga beranak pinak membentuk kawanan di rambutku. Aih….
*nyembunyiin muka ke kolong meja*
Lalu salah
seorang kawanku yang rambutnya terbebas dari serangan kutu mengambil seekor
dari kepalaku dan meletakkannya di kepalanya. Katanya, dia ingin sekali
dikerubungi para kutu. *makjaaaaaang, aku saja kepengen membasmi tuntas
kutu-kutu biadab itu. gara-gara dia kulit kepalaku berundak-undak*.
Anehnya, meski
aku ingin membunuh kawanan kutu itu, aku sangat enggan kalo Bunda yang
menelisiknya. Pasalnya Bunda tak sabaran hingga berujung pada sakit yang kurasa
karena rambutku tertarik kuat. Kehabisan cara, akhirnya ia menggertakku dengan
mengatakan bahwa orang yang kutuan akan diterbangkan ke air panas mendidih. Entah
siapa yang menerbangkan aku pun tak tau. Sudah gak kepikiran lagi soal itu. aku
sudah ngeri duluan membayangkan air mendidih itu. Akhirnya aku menyerah pasrah.
Beberapa waktu sesudah itu, kutu-kutu itu kembali keharibaannya. Putus hubungan
dengan kutu! Huh! *malingkan muka ke kiri
Tidak ada komentar
Posting Komentar