Tiada henti syukur mengalir atas
kemurahan Allah menebar rezeki dan kasih. Sepertinya aku takkan mampu membayar
segala nikmatNya meski aku bersujud seribu malam. Semoga kita tetap kukuh
menempuh jalan yang diridhoiNya.
Imam, lima bulan dua belas hari
sudah aku hidup bersamamu. Aku tak lagi meraba dan mengeja sesiapa, sebab kau
telah nyata di mata. Imamku kini telah bernama; Sunardi Akmal. Ah,
kadang-kadang aku masih merasa bermimpi telah menjadi wanita bersuami. Tapi kala
terbangun di pagi hari dan kau ada di sisi, kesadaranku pulih kembali. Konyol? Mungkin
saja.
Perlahan aku mulai memahami
bagaimana dirimu. Di mataku kau sempurna, meski sejatinya kesempurnaan hanya
milik Allah Ta’ala. Kekuranganku sepertinya tak menjadi masalah bagimu. Padahal
aku sendiri sering bosan dan pusing sendiri dengan itu semua. Pelupa, gampang
terpeleset alias lunglai, lelet dan sedikit keras kepala.
Seleraku juga tak pernah kau
atur. Aku yang gak doyan tahu tempe bukanlah soalan terberat bagimu. Masakan yang
pedas dan asinnya berasa juga kau terima dengan qona’ah. Tampaknya kau sangat
mengerti lidah Batak ini. Tapi walaupun begitu, aku tetap tau diri. Seleramu tetaplah
kuperhatikan. Sebab nikmatnya makanmu adalah bahagiaku. Lahapnya suapanmu
adalah suka citaku.
Sungguh, caramu mencintaiku
kadang membuatku kehabisan kata-kata. Kau mungkin tak pandai berkata-kata
romantis. Tapi sesekali aku tersentak dengan kalimat cinta yang mengalir dari
bibirmu. Membuatku melambung sesaat ke nirwana. Sifatmu yang penyabar dan “ngademin”
membuatku betah berlama-lama di dekatmu. Dan kekonyolan yang kau pertunjukkan
setiap hari membuatku merasa tak perlu menonton lawak lagi di tipi-tipi.
Aduhai, kau memang penyempurna
hidupku. Kepadamu aku selalu jatuh cinta lima kali sehari; subuh, pagi, siang,
sore, malam. Dalam doa selalu kupinta agar kita berkekalan hingga ke surga. Dan
marilah kita sama-sama belajar ilmu rumah tangga, sebab ke depan mungkin akan
ada kerikil yang mesti di tapaki, gelombang yang mesti di renangi. Kau Imamku,
sepenuhnya aku tunduk kepadamu.
Bengkulu, 30 Maret 2016
Saat matahari mulai mengerling.
Turut berbahagia....Komentar awak yg lain "no comment" la ��
BalasHapusHahaha..nyerah? Klo pun mnurutmu yg kuceritakan selama ini pancingan,maka wajar jg lah sbnrny kau berikan selamat pada si imam itu. Karena disitulah letak nilai plusnya. Tp aku yakin lbh steril dr yg sdh2. :p
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus