Saat itu usiaku sudah 27 tahun, dan aku masih sendiri. Jangan
ditanya apakah aku tidak galau perkara jodoh. Mungkin lebih dari itu, aku tak
tau lagi membahasakannya. Targetku ingin menikah di usia 25 meleset begitu
saja. Aku selalu cemas menapaki waktu. Tapi aku terus berusaha menghibur diri,
bahwa setiap hari berganti itu berarti pertemuan jodohku semakin dekat.
Sebelumnya aku perlu menjelaskan dulu sekilas bagaimana aku tumbuh
menuju dewasa. Masa puber sama sekali tak kuisi dengan pacaran. Setiap ada yang
naksir aku menghindar sebisa mungkin. Dan setiap ada yang mau nembak, aku
cepat-cepat lari. Kan aku gak mau mati ditembak. hehehe..Sampe-sampe
teman sekelasku nyeletuk, “kurasa kau gak normal Dahlia”. Omakjaaang...menyakitkan
kali omongan orang-orang ini.
“Kelen pikir pacaran itu sudah normal? Yang gak normal itu kalau
gak punya rasa cinta. Lha ini, aku kan punya rasa dan pernah jatuh cinta. Tapi
jatuh cinta gak mesti pacaran kan?” kataku membela diri. Mereka tersenyum misterius.
Kubiarkan saja mereka menilai masing-masing.
Terus terang ketika itu aku tak tau kalo Islam melarang pacaran.
Omakku juga ketika mewanti-wantiku agar tak pacaran tidak membawa-bawa nama
Islam, sekali pun dia guru Agama Islam di sebuah SD negeri di kampungku. Yang
kutau adalah bahwa pacaran itu banyak ruginya. Kutengok kawan-kawanku yang
pacaran sering dipegang-pegang tangannya. Enak kali gratis-gratis megang tangan
orang, pikirku. belum lagi setiap hari Senin ada saja yang wajahnya kusut
kayak dikunyah lembu karena malam minggunya gak sukses. Ujung-ujungnya gak
semangat belajar dan suntuk saja sepanjang hari. Jadi, bohong besar kalau katanya
punya pacar itu bisa bikin semangat belajar.
Pendeknya, sampai aku tamat kuliah, aku masih saja awet jadi
jomblo. Jangan ditanya berapa orang yang mendekatiku, buaaanyaaak lah pokoknya,
*ceile..kelen boleh percaya boleh tidak ya* :P, dan beberapa di
antaranya aku juga naksir. Hehehe.. tapi ya itu tadi, giliran mau
ditembak aku lari.
Memasuki usia 25, mulailah pertanyaan anyar itu bermunculan. Kapan,
Lia? Emang kriterianya gimana sih? Giliran dipaparkan malah ngoceh, mana
ada lelaki zaman sekarang yang taat sholat dan gak merokok? Tinggi kali
kriteriamu. Bla..bla.bla...
Masuk usia 26, 27, malah
makin sadis. Makanya jangan alim-alim kali. Sesekali pake levis gak papa. Atau
pergi sana buka aura. Pacaran juga seusia kamu wajar kok. Arrrggghh...cobaan
kali lah pokoknya. Kalo gak tebal telinga dan kebal perasaan, mungkin udah
stroke mendadak aku.
Satu aja sebenarnya prinsip yang kupertahankan. Bahwa Allah tak
menyia-nyiakan usaha hambaNya dalam ketaatan. Nah, perlu kukasih tau bahwa
sejak kuliah, makin tak berminatlah aku pacaran karena sudah tau bahwa Allah
melarangnya. Dan aku yakin hingga ke ubun-ubun bahwa Allah sudah menyiapkan
jodoh eksklusif berkualitas untukku.
Tapi sepasrah-pasrahnya aku, tetap saja kegalauan itu menyelimuti
jiwaku. Sehingga jadilah Agustus 2015 lalu merupakan bulan yang amat
menyedihkan bagiku. Bagaimana tidak, koncoku yang hanya tinggal semata wayang
di kampung itu akan menikah di akhir Agustus. Itu berarti lebaran 2016 aku akan
kesepian dan tak semangat lagi untuk mudik.
Beberapa minggu habis lebaran, seseorang mengolokku karena asal
ditanya kapan, kujawab tunggu saja kabarnya. Itu-itu saja jawabmu, uda
hampir tua pun. Jangan sampe jadi ikan tuna busuk. Allahu rabbi..bernanah
kali hatiku. Kadang manusia ini tak manusiawi kali bahasanya. Terlepas dari
manusia harus berusaha, tetap saja JODOH itu karunia tuhan. Dan tuhan lebih tau
kapan waktu yang tepat memberikannya.
Untung saja ada yang menyambar omongan itu dengan kalimat pendingin
hati, “tenang saja kau, sebentar lagi dahlia itu akan menikah”. Katanya asal.
Tapi kalimat ngasalanya itu kuaminkan sepenuh hati, sekhusyuk jiwa. Pedih kali
kurasa, iya....
Benarlah doa orang tersakiti itu besar peluang maqbulnya. Di akhir
Agustus itu juga, tepat seminggu sebelum kawanku di kampung itu menikah, seorang
ibu bertanya, “siap menikah, kan? Nanti ibu kasih poto seseorang..
Bersambung....
Tidak ada komentar
Posting Komentar