Salam wiken jombloers. Semoga akhir pekannya selalu bahagia walaupun sedang dalam penantian yang begitu menyiksa. Jika tak ada kegiatan, keluarlah! Silaturrahim ke rumah saudara, kenalan atau teman lama. Hadiri acara-acara yang bergizi, atau bergabunglah dengan majlis-majlis ilmu yang bermanfaat. Mana tau bisa jadi jalan jodoh yang mengesankan. Bisa juga cuci mata ke butik-butik busana syar’i, toko buku atau bazar, mana tau ada ibu-ibu yang sedang asyik belanja, lalu tanpa sadar dompetnya jatuh. Sepuluh menit kemudian kamu menemukan dompet itu lantas berlari kencang menuju parkiran untuk mengembalikannya. Sayang,
si ibu sudah tak ada. Berbekal alamat di KTP, kamu pergi ke rumahnya, dan si ibu sangat terkesan dengan kejujuran dan kegigihan kamu mengembalikan dompetnya. Lalu tanpa tedeng aling-aling iya menawarkan anaknya yang ternyata pengusaha pisang coklat yang cabangnya sudah ada di tiga kota besar. Dermawan, taat sholat, rupawan pula. Alamak! Mau? *Sihhaaaa......ini tulisan belum apa-apa sudah memuat khayalan yang tingkat nyatanya di bawah rata-rata. Gak pa-pa lah ya, sekedar menghibur diri. Hihihi
Ilusi di atas memang agak
keterlaluan, tapi tak menutup kemungkinan itu bisa terjadi. Namun sebagai
manusia yang waras, alangkah baiknya kita membuka mata pada realita yang ada. Terlebih
dalam menentukan jodoh idaman. Setiap orang punya standar kriteria, dan itu hak
asasi. Tak akan pernah sama sekalipun mereka saudara kembar. Hanya saja kita
perlu berhati-hati dalam menentukannya agar tak mempersulit jalan hidup dan
diri sendiri. Bukan hanya mengajar dan memasak saja yang butuh tehnik,
menentukan kriteria jodoh pun sangat diperlukan tehnik yang jitu agar tepat
sasaran. Berikut beberapa tips yang bisa saya bagi.
Pertama, tetapkanlah standar
Rasulullah, yakni mengedepankan akidah dan keimanan. Jadikan taat sholat lima
waktu, puasa di bulan ramadhan dan bisa baca qur’an sebagai harga mati yang
tidak bisa ditawar. Insya Allah jika yang tiga ini aman, kebaikan-kebaikan yang
lain akan mengikutinya. Tidak usah takut di cemo’oh orang-orang. Hidup ini kita
yang menjalani, maka tetapkanlah pilihan yang paling baik.
Kedua, tetapkan pula standar
kenyamanan hati. Tidak merokok misalnya. Bagi sebagian orang, apalagi orang
yang tinggal di kampung dan awam pula, standar ini amatlah konyol. Saya sendiri
beberapa kali dijengkali orang-orang karena menetapkan kriteria ini. “Tak
ada laki-laki yang tak merokok zaman sekarang ini. Itu tak menjadi masalah
besar. Kalau begitu maumu selama ini, pantas saja kau belum kawin-kawin juga”. Ini
kalimat yang sering saya terima. Saya mundur? No! Malah kalimat ini yang saya
rasa mendatangkan keajaiban dalam penemuan jodoh saya. Kok bisa? Ya, bisa. Nanti
saya kasih tau alasannya.
Ketiga, buatlah level yang
sesuai. Tampan, cantik, tinggi, putih, semampai, kaya, pintar, religius pula,
siapa yang gak mau? Dan tak ada salahnya pula menginginkan kriteria yang
begini. Tapi ingat, sebelum mencubit orang lain, cubitlah dulu diri sendiri.
Artinya, kalau postur kita (maaf) pendek, hitam, tak usah pula keukeuh menunggu
yang putih tinggi. Kalau kita saja berasal dari keluarga sederhana atau kurang
mampu, maka tak perlu berlama-lama menunggu pangeran Inggris datang melamar.
Keempat, pahamilah keadilan Allah
dalam penciptaan. Ada siang ada malam, laki-laki – perempuan, dan selalu
begitu, Allah ciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Maka jika body kita tinggi, jangan bersikeras
mencari jodoh yang lebih tinggi. Yang mancung dan pesek akan menjadi jodoh yang
indah. Yang cantik dan gak tampan akan menjadi pasangan yang saling menjaga. Si
suami akan menjaga dan berlaku baik pada istrinya yang cantik karena takut
diambil orang. Sedang si istri menjaga kesetiaannya pada sang suami yang kurang
tampan karena takut wanita lain merebut saldo tabungan lelakinya. Hehehe....
Kelima, perluaslah jangkauan
jodoh. Ada orang yang ingin jodohnya orang Medan saja, karena orang tua dan
keluarganya tinggal di sana. Ada pula ingin sesama Minang saja, agar satu
selera lidah. Sebenarnya yang begini sah-sah saja. Tapi ingat, jangan terlalu
fanatik. Meski Medan adalah kota metropolitan yang luasnya melebihi luas
Singapura, belum tentu Allah siapkan jodohmu di sana. Mungkin saja ia si taat
yang berkutat dengan embun-embun persawahan Sei Bamban, si sholihah yang akrab
dengan gemericik sungai Kapuas, atau si sholeh yang riang mengajar mengaji di
pedalaman Ambon. Asal sholih, bertanggung jawab dan giat bekerja, embat saja. Jangan
ngotot harus orang ini suku itu.
Khusus buat sahabat-sahabat yang
tarbiyah, saya mengerti sekali bahwa sahabat sekalian ingin sekali berjodoh
dengan ikhwan dan akhwat yang aktivis juga, biar sefikroh. Ini manusiawi. Tapi menurut
saya ada baiknya beri kesempatan juga bagi mereka yang hanif untuk menawarkan
diri. Karena seperti yang saya sampaikan di poin pertama, bahwa jika yang pokok
sudah aman, Insya Allah kebaikan yang lain akan mengikuti. Nanti setelah
menikah bisa kok diajak liqo’ dan pengajian serupa.
Keenam, Istiqomah dalam kriteria.
Ini dia yang saya katakan pada poin kedua tadi, tentang keajaiban penemuan
jodoh saya. Hampir kebanyakan orang menilai saya tinggi ‘stelan’ dalam hal
jodoh, terlalu milih dan semacamnya. Bahkan ada yang menilai saya terlalu
perfeksionis. Sholeh, tidak merokok, punya pekerjaan adalah kriteria yang
terlalu tinggi kata mereka. Bahkan keluarga saya sendiri ada yang berkata
demikian. Parahnya, ada yang meminta saya supaya tidak alim-alim kali, memakai
levis sesekali, bla bla bla. Tapi setiap
kali saya menerima perkataan senada, saat itu pula saya mengulang do’a dalam
hati sekhusyuk-khusyuknya, Ya Allah, Engkau maha mendengar lagi maha
berkuasa. Maha pemberi dan pemurah. Aku tau Engkau masih punya banyak stok
lelaki sholeh yang tak merokok di muka bumi ini, meski langka di permukaan. Maka
berikanlah aku satu Ya Rabb, dari arah mana saja. Biar orang-orang tau bahwa
keinginanku ini tak mengada-ngada. Tapi semata-mata karena murni ingin bahagia
dunia akhirat.
Itu terus saya ulang-ulang setiap
saat. Saya yang lebih tau niat saya menikah untuk apa. Dan saya pula yang
paling tau tujuan saya menetapkan kriteria itu untuk apa. Dan saya yakin Allah
mendengar dan mengetahui apa-apa yang tersembunyi di dalam hati. Maka Bismillah
saya bertahan untuk tidak menurunkan standar kriteria yang saya inginkan. Biar
saja orang mengoceh macam-macam, bahkan jika sampai dikatakan perawan tua pun
tak masalah. Sebab orang-orang taunya cuma berkomentar. Nanti kalo kita menikah
pun dengan orang yang berperangai buruk, kita juga yang akan disalahkan tak tau
memilih jodoh. Jadi ya, santai aja say. Selagi kriteriamu soal agama,
bertahanlah. Jangan mau ditawar, sebab barang bagus memang mahal harganya. Nebusnya
susah.
Alhamdulillah, Allah memberi
kejutaan di waktu yang tak terduga. Lelaki yang menikahi saya kini benar-benar
lelaki yang teramat saya butuhkan. Kriterianya persis, bahkan kriteria yang
hanya pernah terlintas sekejap dalam hati juga nyata ada pada dirinya. Sehingga
bungkamlah mulut orang-orang yang menyepelekan dulu. Sesuatu yang langka itu
masih ada. Tergantung cara kita mendapatkannya. Kurang baik apa Allah coba? Saya
mencintainya sepenuh hati, dan berharap Allah meridhoi rumah tangga kami hingga
ke surgaNya yang paling lezat.
Ini dulu ya yang bisa saya bagi. Tulisan
ini tidak mengandung unsur paksaan, apalagi intimidasi. Jadi tak perlu
khawatir. Konkawan masih bebas memilih jalan sesuai selera. Selamat malam
minggu...
Wah ini tipsnya oke nih, sayangnya aku telat bacanya. Apa aku perlu memikirkan next jodohku ya? Boleh tidak? hahaha
BalasHapusBuahahahaa...untuk pertanyaan terakhir, aku gak berani jawab mbak mon. Takut keluar taring om pewe.
BalasHapusTipsnya jituuu. Intinya istiqomah dengan niat ya, mbak. In syaa Allah jodoh udah disiapin sama Allah.
BalasHapusYuppss...selama pilihan condong pada syariat, istiqomahlah..
Hapusalhamdulillah aku banget ini wahhahhaa
BalasHapus