Selama ini, hampir semua manusia sepakat bahwa aktivitas menggosip adalah milik ibu-ibu. Seakan ada fatwa yang tak terbantahkan bahwa di mana ada ibu-ibu, disitu ada gosip. Saya sih tidak begitu mengamini pernyataan ini, tidak pula menolaknya. Sebab dari bagian yang banyak itu, masih tersisa sebagian kecil wanita-wanita yang istiqomah menahan diri dan boikot gosip.
Ok, well! Saya tidak
sedang membahas gender kepemilikian gosip. Karena sejatinya semua manusia
berpotensi ‘mengupek’. Saya hanya ingin membahas kenapa gosip dan aib bisa
tersebar dan menyebar luas ke kuping-kuping tetangga bahkan teman yang nun
tinggal di pulau seberang.
Fitrahnya manusia
itu pernah bersalah dan tersalah, pun bermasalah. Maka naluri untuk curhat itu
besar, tentu saja mengadu padaNya lebih utama. Karena itu, ketika ada masalah,
seseorang cenderung mencari teman tempat berbagi dan merembuk solusi. Biasanya nih
ya, setiap akan memulai curhat, kalimat pembuka yang sudah sangat klise adalah “tolong
dan janji ya, jangan bilang ke siapa pun. Cukup kita berdua saja yang tau”. Sialnya,
si pendengar curhat secepat kilat mengangguk dan meyakinkan bahwa cerita tak
kan bocor pada siapa pun, termasuk pada nyamuk-nyamuk yang bertengger di
pakaian kotor yang menggantung di balik pintu kamar. Sedang dirinya sebenarnya
belum yakin betul bisa amanah atau tidak.
Si kawan pun
memulai curhatnya, tak jarang hingga menangis bombay. Begitu curhat usai, si
pendengar curhat merasa ada yang nyesek. Sehari-dua hari curhat masih tersimpan
rapat. Hari-hari berikutnya dia kian resah. Ingin memberitahu barang seorang
saja bahwa si anu ternyata begini dan begitu. Macam kebelet pup, yang jika
tidak segera ditunaikan maka semua akan berabe. Akhirnya ketika sedang bersama
dengan temannya, ia tumpahkan juga cerita si kawan dengan kalimat pembuka yang
sama, “tapi jangan bilang siapa-siapa, kita berdua aja yang tau”.
Manusia mah kebanyakan
memang gitu. Perkara mengiyakan itu nomer satu, bahkan kadang lebih cepat dari
kedipan mata. Menahan diri itu yang sulit. Akhirnya setiap hari curhat si kawan
tadi menyebar dari satu kuping ke kuping lain. Dan tentu saja, tanpa janjian,
kalimat pembukanya lagi-lagi sama, “jangan bilang siapa-siapa, kita aja yang
tau”, begitu seterusnya. Gara-gara satu kalimat ini, terbuka aib si kawan
hingga ke pelosok Zimbabwe sana. Yang gak enaknya, ada aja orang yang menyamar
jadi kura-kura dalam perahu. Sehingga saat mendengar gosip itu, ia kepo
sedemikian rupa, sekedar untuk memastikan perkembangan. Lalu menambah bumbu
cerita sampe sepait jus pare. Abis itu tertawa terbahak-bahak bagai dikelitik
jin dari Timur Tengah. Puuuaaaaaass dah..!!
Memang sih saya
akui, tidak semua pendengar curhat begitu. Ini mah saya bicara sebagian besar
saja. Andai saja semua tunduk dan sadar akan dosa menggunjing, niscaya aib-aib
akan terbungkus rapi dalam peti amanah. Oleh karena itu, pandai-pandailah
memilih tempat curhat ya sob, agar aib tetap terjaga. Dan ingat lho, gak semua
hal juga harus diceritakan pada orang lain. Apalagi soal domestik rumah tangga.
Pada tulisan berikutnya, saya akan coba bagi tips-tips memilih teman curhat,
adab-adab pendengar, dan tipe-tipe pendengar. Semua tulisan ini insya allah
saya paparkan berdasarkan pengalaman pribadi dan survey yang kadang-kadang tak
disengaja. Oh ya, poto yang ada di tulisan ini saya ambil dari gugel ya untuk ilustrasi. 😉Hepi wiken ya, guys..!!
Ah gosip digosok emang makin sip wkwkwk
BalasHapusRealita itu ya mbak pura.. :)
BalasHapusRealita itu ya mbak pura.. :)
BalasHapusngegosip niyeee
BalasHapusgooosiiip bahaya bener.. hee
BalasHapus