Cuih.., anak kuliahan, berpendidikan, kok kerjaannya ngurusin sampah dan belatung!
Sesinis itu pandangan orang-orang kepadanya. Perih memang, tapi ia sadar bahwa ini adalah awal perjuangan, dan perjuangan akan menempuh jalan berliku. Mengharap senang dalam berjuang bagai merindu rembulan di tengah siang. Jalannya tak seindah sentuhan mata, pangkalnya jauh ujungnya belum tiba. Hayoo, siapa yang baca ini sambil nyanyi?
“Aku senyumin aja, Mbak. Kan mereka bilang begitu karena belum paham”, ucapnya saat kutanya apa responnya atas ocehan sinis masyarakat itu.
Aku sendiri sangat memaklumi bila masyarakat itu merespon demikian. Jangankan mereka yang rata-rata pendidikannya rendah, aku yang mantan anak kuliahan pun bergidik ketika disinggung soal belatung. Yang ada dalam bayangan adalah sampah busuk, bau, kotor, hingga bayangan jasad-jasad makhluk berdosa di sinetron Rahasia Ilahi. *korban sinetron banget yak. Hehe..
Tapi beda dengan gadis manis yang satu ini. Ocehan negatif itu justru jadi pemantik semangatnya untuk memberikan edukasi dan membina warga desa hingga tumbuh menjadi pribadi dan masyarakat yang produktif. Dan tentu saja, hasil akhir dari upaya itu adalah sejahteranya perekonomian masyarakat setempat.
💦Vira dan Kontribusinya di Tanah Kelahiran💦
Vira Ria Rinjani namanya. Akrab disapa Vira. Lahir di tanah Rejang yang daerahnya merupakan dataran tinggi dengan hawa yang selalu sejuk. Curup Kota Idaman, begitulah tagline ibu kotanya. Aku sendiri pernah tinggal di sini selama dua tahun. Lalu jodoh datang menjemput, dan aku diboyong ke Bengkulu, tempat dimana sang suami mengais rezeki. Hanya butuh waktu dua jam untuk bisa tiba di Curup dari Kota Bengkulu.
Meski cukup sering bertandang ke Curup menemui keluarga, namun kedatanganku kali itu punya agenda khusus, yakni menemui Vira yang saat itu akan diwisuda. Banyak hal yang ingin kuketahui dari gadis ini terkait gebrakannya yang menjadikan belatung menjadi ladang cuan, lalu menularkannya ke sebagian lapisan masyarakat. It’s sound interested!
Awalnya aku pun tak menyangka jika belatung bisa jadi sumber penghasilan. Entahlah, aku udah jijay duluan membayangkannya. Tapi karena penasaran, kutelusuri juga sampe tuntas. Hingga aku berkesimpulan, gadis ini memang istimewa.
Sebagai daerah dataran tinggi, tentu saja mata pencaharian sebagian besar masyarakat Rejang Lebong adalah berkebun, mulai dari kebun kopi, buah-buahan hingga sayur mayur. Bahkan daerah ini menjadi penyuplai terbesar sayuran di pasar Bengkulu. Namun, tak selamanya hasil kebun ini habis terjual. Ada kalanya hasil panen justru berakhir di tempat sampah. Entah itu karena gak laku, atau kualitas kurang bagus, atau juga karena gagal panen. Sayangnya, tempat membuang sampah sayuran ini seringnya di sembarang tempat, tak jarang hingga menggunung di pinggir jalan umum. Alhasil, tempat ini menjadi bau karena sampah-sampah yang membusuk. Lebih ekstrim lagi sampah-sampah ini terkadang sampai menutupi saluran air. Kalau sudah begini, bisa ditebak dong apa yang akan terjadi.
“Saya pernah blusukan, Mbak, ke dalam tumpukan sampah sayuran ini, dan ternyata kedalamannya hingga selutut. Betapa mengganggu penciuman sebenarnya, pun mencemari lingkungan”, kenangnya.
Aku pun ikut berimajinasi, mencoba memvisualkan blusukan yang dilakukan Vira. Tapi lagi-lagi aku bergidik, gak sanggup. Ckckck...
Keadaan yang demikian itu membuatnya memutar otak. Gimana caranya agar sampah-sampah itu tidak terbuang percuma, terus juga supaya masyarakat bisa dengan sendirinya sadar untuk tidak sembarangan menaruh sampah sayuran di pinggir jalan atau pun di aliran sungai yang berakibat mencemari lingkungan. Seakan niat baik ini bersambut, gadis kelahiran tahun 2000 ini akhirnya memutuskan untuk membudidayakan maggot agar sampah-sampah organik yang ada di Rejang Lebong dan sekitarnya menjadi bermanfaat.
💦Berdirinya Maggot Recycle Center💦
Rencana awal, Vira ingin memulai budidaya maggot ini di Kota Curup. Namun karena satu dan lain hal, gadis sulung dari enam bersaudara ini akhirnya memulainya di Kepahiang pada awal tahun 2021, sebuah kabupaten termuda di Provinsi Bengkulu yang dulunya merupakan bagian wilayah dari Rejang Lebong, lalu dimekarkan sehingga terpisah dari Bumi Pat Petulai itu. Jaraknya gak jauh kok, hanya setengah jam dari Kota Curup.
Tak jauh beda dengan Curup, kondisi geografis Kepahiang juga sejuk, komoditi pertaniannya tinggi, sehingga ia menjadi salah satu penyumbang limbah organik terbesar di Provinsi Bengkulu. Atas alasan itu, Vira mulai melakukan budidaya maggot di Desa Simpang Kota Bingin, Kepahiang. Ia menamakan proyek ini dengan Maggot Recycle Center yang merupakan bagian dari kegiatan Rumah Pemuda Kreatif di bawah naungan Rafflesia Nusantara, di mana Rafflesia Nusantara merupakan yayasan non profit yang bergerak di bidang pendidikan, lingkungan dan ekonomi kreatif. Vira sendiri merupakan sekretaris dan administrasi di sana. Ada pun Rumah Pemuda Kreatif merupakan lembaga binaan Rafflesia Nusantara ini. kehadiran Maggot Recycle Center ini diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan lingkungan berupa limbah sampah organik di Kabupaten Kepahiang.
Well, mari kita telisik, sesungguhnya apa itu maggot?
Maggot adalah belatung, tapi ia bukan sembarang belatung, ia merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) yang punya keistimewaan tersendiri. BSF atau biasa juga dikenal sebagai lalat tentara ini memiliki bentuk yang lebih panjang dan lebar dari lalat yang biasanya. Walau ia dari keluarga lalat, tapi BSF tidak menularkan bakteri, penyakit bahkan kuman kepada manusia. Justru sebaliknya, larva BSF ini bisa menjadi pakan alternatif unggulan yang memenuhi persyaratan sebagai sumber protein, sebab kandungan proteinnya mencapai 44,26% dan kandungan lemak sebesar 29,65%. Pun nilai asam amino, asam lemak dan mineralnya tidak kalah dengan sumber-sumber protein lainnya. Alahoi, sungguh ini adalah belatung yang membawa hikmah. Tak bisa dipandang sebelah mata.
Bagi orang yang gak paham, tentu melihat orang-orang yang bercumbu dengan maggot ini akan mencibir, menganggap itu adalah kerjaan konyol dan unfaedah. Terlebih itu dikerjakan oleh seorang gadis belia, smart, dan bercadar pula seperti Vira. Pantas saja ia mendapat ocehan sinis dari pemuda setempat.
Siklus Hidup Magot
Lalat BSF memiliki siklus hidup yang relatif singkat, yakni sekitar 40 hari. Di mana fase metamorfosisnya terdiri atas fase telur selama 3 hari, larva dewasa (maggot) 18 hari, prepupa selama 14 hari. Pupa 3 hari dan lalat dewasa selama 3 hari. Ia mati setelah kawin. BSF betina bisa menghasilkan 500-900 telur dan menyembunyikan telurnya di tempat aman seperti di sela-sela kardus, daun pisang kering atau pada tumbuhan segar dan hidup.
doc: peternakankita.com |
Tekstur maggot sendiri kenyal dan punya kemampuan untuk mengeluarkan enzim alami. Maggot memiliki kandungan anti mikroba dan jamur, sehingga apabila dikonsumsi hewan ternak, maka akan dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit, bakteri dan jamur.
💦Langkah Awal Pergerakan💦
Mengawali misinya, Vira memilih tempat pembudidayaan maggot tepat di dekat tumpukan sampah sayuran di Desa Simpang Kota Bingin, Kepahiang. Ia membeli bibit berupa telur maggot. Sembari merintis budidaya, gadis penyuka cemilan ini mulai aktif memberikan edukasi kepada masyarakat setempat khususnya pemuda. Ini adalah bagian yang tidak mudah untuk dilalui, sebab meyakinkan seseorang dan merubah cara pandang warga desa terhadap sampah butuh kesabaran dan ketekunan agar sampai ke hati mereka. Ada lika-liku dan tantangan yang mesti ditaklukkan, tanpa mengeluh, tanpa menyerah.
Tantangan Yang Diterima
Penolakan. Ini jelas, karena bagi sebaian warga yang wawasan dan pendidikannya relatif rendah, sampah ya sampah. Dan sampah tak layak diperlakukan istimewa. Adalah hal yang mustahil jika sampah masih bisa dimanfaatkan bahkan menjadi ladang mata pencaharian. Jadi mereka enggan untuk membantu apalagi bergabung.
Cibiran. Ini apalagi, mengingat Vira adalah mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab di IAIN Curup, selayaknya ia mengenakan blezer, sepatu high hill, menenteng tas dan tersenyum ramah menyambut anak-anak yang datang menimba ilmu ke sekolah di pagi hari. Lha ini, kok malah blusukan di tumpukan sampah busuk.
Tapi di sinilah letak uniknya. Kalo kubilang, Vira ini termasuk salah satu pemudi langka yang mau-maunya mikirin lingkungan tanpa digaji sepeser pun. Bukankah kawula mudah zaman now lebih senang tik tok-an, game online, dan scrolling media sosial?
Sosialisasi Rutin
Kegigihan akan mengalahkan kegagahan. Dan ini nyata adanya. Gigihnya Vira memberikan edukasi mampu mengalahkan kegagahan ego. Gadis bercadar ini membidik pemuda yang putus sekolah dan pengangguran. Kepada mereka, Vira meluruskan persepsi bahwa tak semua belatung itu menjijikkan, membawa kuman dan penyakit. Ada satu belatung yang istimewa, yang bila ditekuni pemeliharaannya, maka ia memberi dampak positif pada lingkungan dan kehidupan.
Perjuangan berbuah manis, mulai ada satu dua yang bersedia membantu, meski sebenarnya masih penuh keraguan. Tapi setidaknya Vira sudah punya tenaga untuk membuat kandang sederhana. Setelah membidik pemuda, giliran emak-emak setempat yang dipinang. Dimana emak-emak ini diminta untuk menyumbangkan sampah organiknya kepada Vira dan kawan-kawan. Ini pun bukan perkara gampang. Ada aja lho emak-emak yang berpikir permintaan ini bikin ribet. Itu artinya emak di rumah harus memisahkan sampah organik dengan yang non organik, dan itu bikin nambah ‘gawean’. Tapi ya itu tadi, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Saat tiba masanya luluh, semua menjadi mudah.
💦Sampah Organik dan Maggot, Sejoli Yang Saling Menguntungkan💦
Mungkin ada yang sudah penasaran, hubungan sampah dan maggot ini bagaimana sih?
Perlu diketahui bahwa sampah organik berupa sayuran atau buah yang membusuk merupakan makanan empuk bagi magot. Bayangkan, satu gram telur maggot bisa menghasilkan 3-5 kg magot segar alias Fresh Maggot. Dan sebanyak 10.000 maggot dapat menghabiskan 1 kg sampah organik dalam kurun waktu 24 jam. Jika ada 750 kg maggot BSF, maka ia bisa menghabiskan 2 ton sampah organik dalam rentang waktu 2 sampai 3 minggu. Omakjaaaang, mukbang kalian ya, got?
Dengan perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah maggot, maka semakin banyak pula sampah organik yang dibutuhkan. Ini sama artinya dengan pembudidayaan maggot secara aktif dan tekun dapat mengatasi permasalahan limbah sampah organik. Tidak akan ada lagi pencemaran lingkungan dengan bau yang tidak sedap, pun tidak akan ada pula penyumbatan pada berbagai saluran air yang mengakibatkan banjir. Sebab sampah-sampah itu telah berakhir di perut maggot.
Oh ya, FYI, maggot yang kurang makan akan menimbulkan bau. Tapi maggot yang kenyang dia tidak akan berbau. Begitu kata Vira di sela pertemuan kami waktu itu, membuatku tercengang terheran-heran. Banyak gaya pula si maggot ini, gak bisa lapar. Hahaha...
Meski berupa larva yang bisa muncul di mana saja, tapi pembudidayaan larva BSF ini butuh persiapan dan tahapan yang mumpuni. setidaknya, beberapa perangkat ini perlu dipersiapkan.
1. Kandang
Sebaaimana layaknya ternak, maggot pun demikian. Dibutuhkan kandang sebagai tempat bagi lalat BSF memproduksi telur-telur sebagai bibit maggot BSF. Ukuran kandang disesuaikan dengan seberapa banyak maggot mau dibudidayakan. Normalnya, kandang BSF berukuran 2,5 m x 4 mx 3 m, ini sudah memadai untuk usaha maggot berskala kecil hingga menengah.
2. Media Penetasan Telur
Media penetasan ini bisa dibuat dari kardus, bisa juga dari triplek. Ini sesuai dengan kodratnya BSF yang suka menyembunyikan telurnya di sela-sela kardus.
3. Biopond
Biopond merupakan tempat pembesaran larva setelah telur menetas. Biasanya terbuat dari kayu atau PVC dan diisi dengan tanah gembur. Dalam biopond inilah sampah-sampah organik diserakkan. Sebaiknya biopond ini dibuat dua jenis. Satu dibuat tanpa bidang miring, dan satu lagi dibuat dengan bidang miring. Bidang miring ini berfungsi sebagai jalan migrasi dari larva menuju prepupa. Sebab kata Vira, bila larva BSF telah cukup usia, yakni sekitar 18 hari, ia dengan sendirinya akan mencari tempat kering untuk kemudian bermigrasi menjadi prepupa. Maka di dekat biopond bidang miring ini harus telah sedia media yang kering.
💦Potensi Cuan Dari Maggot💦
Panen maggot bisa dilakukan pada usia 10-25 hari, saat larva telah menjadi Fresh Maggot. Fresh maggot inilah yang siap dijual kepada peternak unggas dan ikan. Sebab maggot merupakan pakan ternak unggulan yang dapat mempengaruhi nilai gizi dan mempercepat kenaikan bobot pada ternak, seperti ayam kampung petelur, ayam kampung pedaging, dan hewan ternak lainnya. Selain punya kandungan protein tinggi yakni 44,26%, dan kandungan lemak mencapai 29,65%, kandungan asam amino dalam larva BSF ini mirip dengan tepung kedelai yang merupakan salah satu bahan baku untuk membuat pelet.
Selain itu, maggot juga bisa jadi pakan alternatif buat burung kicau seperti burung kacer dan burung murai. Konon, burung yang pakannya adalah maggot akan memiliki suara yang lebih indah dan kuat ketimbang burung yang tak pernah mencicipi maggot. Nah, para pecinta burung mari merapat.
Biasanya 1 kg maggot dibandrol dengan harga 100 ribu rupiah. Sedangkan para mancing mania bisa membeli maggot 1 ons dengan harga 20 ribu rupiah sebagai umpan untuk memancing ikan idaman. Usaha maggot ini sangat menjanjikan, sebab selain cara pembudidayaannya yang relatif mudah, panennya pun tergolong cepat yakni sekitar 15 hari. Pangsanya? Luas buangeeet. Hampir semua kalangan bisa jadi target maret maggot ini, khususnya para peternak unggas dan ikan.
Selain Fresh Maggot, Dry Maggot alias maggot kering juga berpotensi menghasilkan uang. Bahkan bisa disimpan lebih lama karena kondisinya yang sudah kering. Terakhir, maggot bisa diolah menjadi Tepung Maggot dimana substitusi tepung maggot 12-16% dapat memaksimalkan kerja alanine dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan energi dan membentuk kekebalan tubuh.
Budidaya Maggot Bisa Punya Usaha Turunan
Adapun turunan usaha dari pembudidayaan maggot ini adalah pengembangan usaha ternak ikan seperti Lele, Nila, Mujair dan Gurame. Dengan menjadikan maggot sebagai pakan unggulan, maka kualitas ikan yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Jika kualitas sudah unggul, maka harga pun akan bicara. Sementara untuk pakannya tak butuh biaya besar, sebab maggot sangat mudah untuk dibudidayakan. Itu artinya, biaya pengembangan ternak ikan bisa ditekan, sedang penjualannya bisa lebih menguntungkan, sesuai kualitas.
Maggot Recycle Center sendiri saat ini juga sedang melebarkan sayap dengan membuka usaha ternak ikan dengan metode bioflok. Pengembangan usaha ini bisa dilakukan karena semakin kemari, penerimaan masyarakat terhadap budidaya maggot sudah semakin luas. Pemuda desa sendiri sudah merasakan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi mereka. terlebih mereka sudah punya pasar tersendiri, jadi tak perlu risau lagi kemana maggot-maggot ini dilemparkan. Dengan adanya sumber penghasilan pemuda dari maggot, potensi kejahatan seperti perampokan pun jadi jauh berkurang.
Apa kabar emak-emak? Masya Allah, mereka sudah terbiasa memilah sampah organik dan non organik tanpa beban lagi. Lingkungan pun semakin membaik. Lokasi yang dulunya menjadi tumpukan sampah sayuran, kini sudah menjadi kandang baru bagi Magot Recycle Center. Tak terlihat lagi pemandangan gunung sampah organik di pinggi jalan umum. Melihat kondisi ini, pemerintah desa pun kini sudah memberi dukungan. Bersama maggot, kebangkitan ekonomi ummat mulai menapak maju.
💦Menjadi Penerima Satu Indonesia Award💦
Berbekal info dari Dirut Yayasan Rafflesia Nusantara, Vira memberanikan diri untuk turut berkompetisi. Tak semata karena ingin juara, lebih dari itu, keikutsertaannya pada Satu Indonesia Award tahun 2021 lalu adalah untuk menyebarluaskan potensi maggot yang teramat menjanjikan. Agar semakin luas jangkauan untuk membantu masyarakat keluar dari masalah limbah sampah dan keterpurukan ekonomi.
Melihat kontribusi Vira yang membuat terobosan berbeda dalam menghempaskan masalah sampah organik di Kabupaten Kepahiang, jua mampu meningkatkan taraf hidup orang banyak, akhirnya Vira berhasil menjadi pemenang dan terpilih menjadi penerima apresiasi Satu Indonesia Award di bidang lingkungan. Apa yang diberikan Astra ini akan menjadi suluh penyemangat bagi perjuangan Vira selanjutnya. Perjalanan masih panjang, dan perjuangan masih luas terbentang.
Aku sendiri berharap agar semakin banyak pemuda pemudi yang terinspirasi dengan pencapaian gadis bercadar ini. sungguh, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.
💦Jalinan Harapan dan Impian💦
Inilah karakter pejuang. Ia tidak hanya berhenti di satu titik, melainkan ia ingin sampai pada titik-titik yang lebih tinggi. Jika saat ini Fresh Maggot sudah cukup berdampak pada perekonomian warga, maka Vira ingin budidaya maggot besutannya bisa go international alias bisa jadi komoditi ekspor berupa Dry Maggot dan Tepung Maggot. Sebab Dry Maggot (magot kering) bandrol harganya lebih mahal dari Fresh Maggot. Hanya saja untuk sampai ke produksi Dry Maggot masih terkendala dengan biaya dan alat, serta budidaya yang belum tergolong berskala besar.
Karena itu, alumni PBA IAIN Curup ini berharap agar pemuda desa lebih banyak lagi bergabung agar mimpi budidaya maggot berskala besar lebih mulus jalannya, dan ekspor Dry Maggot pun lempang urusannya. Dan tentu saja, Vira berharap ada yang bisa membantu dari segi pembiayaan, agar ia tak sendirian. Semoga pemerintah daerah atau bahkan pemerintah pusat mendengar kebutuhan Vira ini,lalu mengulurkan tangan untuk sama-sama berjuang menuju kebangkitan ekonomi bangsa. #BangkitBersamaUntukIndonesia #KitaSATUIndonesia
Menginspirasi sekali ya Mbak neng Viranya. Ide usahaya agak out of the box hihihi. Siapa sangka, awalnya disinisin orang-orang karena harus ubek-ubek sampah, berujung dengan kesuksesan seperti sekarang. Semoga usaha neng Vira ini bisa menginspirasi anak-anak muda lainnya untuk nggak goyah dengan cibiran, tetapi kuat dengan impian.
BalasHapusBetul memang sangat menginspirasi ya. Jarang lho anak muda yang melepaskan gengsi demi prestasi dan karya seperti Vira ini
HapusMaggot sangat banyak menfaatnya dna memiliki peluang bagus utamanya untuk pakan ternak. Selaon memang peluang, ternyata ada manfaatnya untuk lingkungan dan kesehatan jadinya. Lihgkuhgan bersih dari sampah dam tentunya makin sehat.
BalasHapusKiprahnya luarr biasaaaa
BalasHapusMasih muda. Dan sanggup mengeksekusi peluang dgn baik.
Tak heran, dapat award darj ASTRA.
mantabb betuuulll
Yang muda yang berkarya itu tepat banget ya, dan ditangan orang yang tepat semuanya menjadi bermanfaat. Keren banget adek, semoga menginspirasi generasi lainnya untuk menemukan inovasi-inovasi basru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat
BalasHapusAwalnya ikutan geli karena nggak kebayang bentuknya ketika masih jadi telor hingga siap panen, tapi setelah baca lebih lanjut, mulai dari kandang, memililah sampai organik, gak boleh lapar, waah gak kebayang perjuangannya, dan pasti suka duka jadi pengalaman berharga
BalasHapusIya kalau dilihat emang bikin geli ya mbak
BalasHapusTapi sebenarnya punya peran yang penting dalam mengurai sampah organik
Di tempat saya juga magot ini sangat mahal lho...
BalasHapusMemang berdaya ya kalau mau berusaha meski kata orang apaan itu belatung....
Salut untuk Vira.
Namanya ada Rinjani nya apakah orang tuanya pendaki gunung? Hehehe
Salut sama neng vira .. sudah cantik, pinter, keren serta bermanfaat lagi ya mbak buat sesama... Auto pengen jadiin ipar/menantu ya mbak hihihi
BalasHapusAnak muda yang keren ya. Usaha seperti ini jadi jawaban, belatung fungsinya apa sih. Nah ini jawabannya.
BalasHapusMasya Allah begitulah orang berilmu Allah akan naikkan mereka beberapa derajat. Bagi kacamata awam sebuah hal yang menjijikan tapi tidak dengan orang berilmu. Masya Allah
BalasHapusAku baru tau tentang maggot ini kak dan aku suka juga cara Vira meng-influnce orang di sekitarnya .semoga makin maju
BalasHapusSetahuki maggot ini emang bermanfaat banget terutama bagi lingkungan sebagai bagian dari pengurai. Bahkan dari segi ekonomi pun lumayan lah
BalasHapusHabis ini baca ini auto berpikir: Tuhan ketika menciptakan segala sesuatu itu detil sekali ya. Tak ada satupun fase yang tak berguna bagi alam. Termasuk belatung. Kalau manusia belajar lebih dalam, ia akan bida melihat manfaatnya lalu mempraktekkannya. Seperti halnya Vira ini.
BalasHapusSeneng deh lihat pegiat lingkungan seperti Mbak Vira ini semakin banyak. Kreatif. Hingga akhirnya bisa bertemu dengan maggot dan fokus membudidayakannya. Saya pun punya teman yang sangat aktif dalam urusan pengelolaan sampah ini. Saya sendiri sementara baru bisa implementasi pilah sampah dulu. Kalau dilihat lebih jauh, kegunaan rutinitas-rutinitas cinta lingkungan ini dampak baiknya ya akan kembali ke diri kita semua.
BalasHapusOut of the box ya. Ketika orang berpikiran sampah itu kotor dan harus dijauhi, terlebih makhluk kecil disebut belatung, malah jadi sumber olahan bermanfaat. Inovatif sekali. Salut.
BalasHapusmasyaAllah keren Mbak Vira. aku jadi inget kompos aku aku nemu belatung hitam dan magot itu, wah ga sabar nunggu komposku jadi nih
BalasHapusBisnis magot ini lagi hype banget. Keren nih...anak muda yang menginspirasi
BalasHapusBenar kak, bisa memanfaatkan waktu dengan hal yang bermanfaat ya berarti. Apalagi ini juga bisa bernilai
HapusWow...mashaAllah sekali ya..
BalasHapusAda banyak keberkahan di balik ciptaan Allah dan terbukti dengan budidaya maggot bisa mengatasi masalah sampah organik plus menjadi lebih bernilai lebih karena menggunakan maggot.
Keren sekali inovasi Vira Ria Rinjani.
Wah keren banget mba. Aku jadi penasaran pengen ikut belajar buat lingkungan daerah rumah ku. Selain mengatasi sampah, ternyata maggot juga banyak manfaat ya.
BalasHapusVira ini bibit unggul yang punya visi dan keteguhan. Semoga banyak Vira Vira yang lain muncul di berbagai belahan bumi agar makin banyak kebaikan dan kebermanfaatan yang muncul. Anak muda tidak hanya identik dengan sesuatu yang viral saja, namun bisa juga menghasilkan karya dan pemikiran yang bermanfaat bagi banyak orang dalam jangka panjang.
BalasHapusNeng Vira masih muda banget ya tapi sudah punya pemikiran maju untuk membuat lingkungannya bersih.
BalasHapusAku geli lihat belatung hehehe tapi ternyata binatang kecil gini banyak gunanya.
Dulu papaku juga pernah bisnis maggot. Duluuu banget jaman sebelum krismon. Tapi cuma bentar.
Jangankan orang-orang awam ya. Bahkan para cendekia tuh nggak semua yang mau berurusan dengan sampah atuh. Apalagi belatung.
BalasHapusTapi, belatung yang satu ini beda ya. Bisa menghasilkan pun memberantas sampah-sampah organik yang kalau dibiarkan malah membusuk dan mengundang bau yang aduhai.
Salut banget sama beliau. Muda tapi nggak malu dan jijik bergelut sama magot.
Generasi lama apalagi baby boomers memang sering meremehkan masalah sampah ya. Salut sama anak-anak muda yang punya visi peduli lingkungan seperti Vira ini.
BalasHapusKalau udah berurusan dengan sampah, pasti sebagian besar memandang sebelah mata. Padahal itu adalah pekerjaan yang mulia, apalagi bisa berkontribusi dalam mengurangi sampah organik yg baunya tidak sedap itu + bisa meningkatkan nilai ekonomi dari sampah melalui budidaya maggot. Di Bali juga banyak pembudidaya maggot, Mba. Dan banyak banget yang nyari untuk pakan ikan
BalasHapusButuh banget pemikiran kreatif seperti Vira Ria Rinjani ini untuk sebuah solusi dan langkah nyata bagi pengelolaan sampah organik.
BalasHapusSemoga semakin banyak masyarakat yang meniru langkah baiknya.
keren banget Vira berani menceburkan diri di dunia belatung. kalau aku lihat belatung langsung lari pastinya. hehe. tapi ini belatungnya sama nggak sih dengan belatung yang di mayat gitu?
BalasHapuswoow...kereen....di surabaya anak seirang anak SMP yg rajin mengambili sampah organik para tetangganya krn beternak maggot & sukses, dia mendot oenghargaan dr gubernur untuk kegiatan tsb & akhirnya menular kebebrapa warga. Jd pwngusahakan ga perlu modal mahal toh...krn maggot menjafi pakan ternak terbaik saat ini & harganya jg murah. Sukses ya Mbal
BalasHapusSalut banget buat perjuangan Vira. Jujur aku juga melirik usaha ini buat di kampung. Tetanggaku juga udh buat tapi skala kecil. Sebenarnya maggot juga bisa buat pengurai kotoran burung puyuh biar ga bau. Dan emang bener maggot juga bisa buat pakan ayam. Harganya ternyata sama krn di sini dijual 25k utk 1/4kg. Keren nih Vira. Maju terus ya usahanya.
BalasHapusWah, salut dengan perjuangan Vira
BalasHapusAnak muda yang sangat inspiratif dan punya kontribusi konkrit terhadap lingkungan ya mbak
keren banget nih sepak terjang mba Vira, kalo saya kayaknya udah nyerah duluan kalo berurusan dengan sampah secara langsung apalagi "main" dengan maggot. saya tahunya lalat itu ya bahaya karena bawa bakteri, ternyata gak semua ya. kebayang deh hebatnya si maggot ini yang bisa mukbang 1 kg sampah organik dalam kurun waktu 24 jam. Jika ada.
BalasHapusAku jadi kebayang si sampah organik yang dijadiin menu mukbang si maggot lenyap dalam waktu nggak sampai sebulan. Saling menjalin banget ya siklusnya, mulai dari rumah tangga yang menghasilkan sampah organik, sampai ke peternak. Nggak sangkanya, Vira malah berkuliah di jurusan Bahasa Arab. Mantap. Terasa banget kepeduliannya sama lingkungan dan kemampuan melihat peluang bisnis yang dia punya. Keren.
BalasHapusAku baca artikel ini sampai 2x lho karena berasa wow banget dengan kisah Vira dan memang aku juga baru tahu maggot itu apa. Ternyata ya, maggot bisa jadi solusi tumbuhan sampah organik yang kadang menggunung. Sukses selalu Vira
BalasHapusVira ini keren banget yaa, masih muda loh tapi pemikirannya kreatif. Memanfatkan sampah. Jarang kan ada anak muda yang mau memanfaatkan sampah? Yang ada malah pada jijik
BalasHapusBtw, aku baru tahu sih tentang manggot. Ini mah manfaat bgt.
Woaaahh Vira kereeenn, inspiratif banget ❤️❤️❤️❤️
BalasHapusGenerasi muda yang kayak gini nih yang perlu diapresiasi, hal-hal kecil yang dianggap tidak berharga justru bisa menyelamatkan banyak orang.